TUGAS DASAR-DASAR
PENDIDIKAN
NAMA
KELOMPOK 4
ROHANA
LENIWATI
DEVI
Rohana Kudus (Tokoh Pendidikan Wanita di Indonesia)
Rohana kudus (lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 20 Desember 1884 – meninggal di Jakarta, 17 Agustus 1972 pada umur 87 tahun) adalah wartawan Indonesia. Ia lahir dari ayahnya yang bernama
Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya bernama Kiam. Roehana Koeddoes
adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga mak tuo
(bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar. Ia pun adalah sepupu H. Agus Salim. Rohana hidup pada zaman yang sama
dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat
pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah perdiri surat kabar perempuan
pertama di Indonesia.
A. Latar belakang
Rohana adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang
kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Rohana
termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi
terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah
tindakan semena-semena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan
serta perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum
perempuan.
Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal
namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu membawakan Rohana bahan bacaan dari kantor.
Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai
materi yang diajarkan ayahnya. Dalam Umur yang masih sangat muda Rohana sudah
bisa menulis dan membaca, dan berbahasa Belanda. Selain itu ia juga belajar abjad Arab, Latin, dan Arab-Melayu. Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Rohana bertetanga dengan pejabat
Belanda atasan ayahnya. Dari istri pejabat Belanda itu Rohana belajar menyulam,
menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda. Disini
ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita
politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Rohana.
B. Pendidikan dan wirausaha
Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah
kembali ke kampung dan menikah pada usia 24 tahun dengan Abdul Kudus yang
berprofesi sebagai notaris. Rohana mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan
pada tanggal 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia. Di
sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan
mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa
Belanda. Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam mewujudkan
cita-citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan
benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang,
bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya untuk
memajukan kaum perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru
membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.
Selain berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin
kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan
kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya. Disamping itu juga Rohana
menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang
memang memenuhi syarat ekspor. Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri
rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua
perempuan yang pertama di Minangkabau.
Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah
Rohana. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan
artikel serta fasih berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang
berpendidikan tinggi, wawasannya juga luas. Kiprah Roehana menjadi topik
pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka
dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan
pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung
dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu merupakan surat
kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan
penulisnya adalah perempuan.
Kisah sukses Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia tak
berlangsung lama pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang muridnya yang telah
didiknya hingga pintar menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester
karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi
beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya,
seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali
persidangan tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia
kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat
pindah ke Bukittinggi.
Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama “Rohana
School”. Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun
untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali. Rohana
School sangat terkenal muritnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga
dari daerah lain. Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil
karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting
Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana memperkaya
keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan
mesin jahit Singer. Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar membordir
Roehana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri.
Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya
dikuasai orang Tionghoa.
Dengan kepandaian dan kepopulerannya Rohana mendapat tawaran
mengajar di sekolah Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan
tapi ada juga laki-laki. Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran
keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru di sini adalah lulusan sekolah guru
kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Namun Roehana
tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata
pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik
menulis jurnalistik.
Rohana menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan belajar
dan mengajar. Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap
pendidikan untuk kaum perempuan yang menuding perempuan tidak perlu menandingi
laki-laki dengan bersekolah segala. Namun dengan bijak Rohana menjelaskan
“Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki.
Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang
harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang
lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi
pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan
mempunyai ilmu pengetahuan”. Emansipasi yang ditawarkan dan dilakukan Rohana
tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan laki-laki namun lebih kepada
pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri secara kodratnya. Untuk dapat
berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana mestinya juga butuh ilmu
pengetahuan dan keterampilan untuk itulah diperlukannya pendidikan untuk
perempuan.
C. Pergerakan
Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap
kaum pribumi, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya
yang membakar semangat juang para pemuda. Rohana pun mempelopori berdirinya
dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan. Dia juga
mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke
Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam
sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.
Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk
ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan.
Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.
Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang
diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera.
Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa
dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya.
Demikianlah Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya
dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis
dan bahkan politik. Kalau dicermati begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana.
Selama hidupnya ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia
(1974), pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers
Indonesia. Dan pada tanggal 6 November 2007 pemerintah Indonesia
menganugerahkan Bintang Jasa Utama.
Referensi
Dasar-dasar ilmu pendidikan (umum
dan Agama Islam)/Hasbullah.-Ed. Revisi,-Cet.11.-Jakarta;Rajawali Pers, 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar